Jurnal kali ini sebagai
kelanjutan dari tulisan sebelumnya yaitu tentang bahasan
jathilan, kuda kepang,
ataupun kuda lumping.
Kalau pada tulisan sebelumnya membahas mengenai sejarah -masa lampau- asal kata pun asalmula jathilan, maka dewasa ini dalam pertunjukannya seni jathilan juga tetap menyajikan suatu alur cerita , dimana alur cerita tersebut tersajikan dalam
bentuk tarian.
Jathilan - Jaran kepang |
Tak bisa dipungkiri bahwa memang dewasa ini kebanyakan dari kita tak terlalu paham ikhwal cerita yang tersirat dalam gerakan tarian jathilan, lantaran yang kita nikmati hanyalah sebatas sisi hiburannya saja, apalagi pada jathilan kreasi terkini. Hal ini sangat bisa dimaklumi. Karena kalau hanya mengandalkan jathilan klasik -kreasi lama- toh kenyataannya pada beberapa waktu lalu kesenian jathilan sempat sepi penonton.
Tentu kita semua berharap, bahwa dengan timbulnya jathilan dengan pakem
kreasi baru tetap tak menghilangkan pakem lama yang klasik. Kreasi
baru dibentuk tentu dengan maksud agar mampu mengikuti perkembangan
jaman dan tak di tinggalkan penonton. Ikhwal pesan yang termaknai
dalam cerita gerak tarinya semoga tak ditinggalka begitu saja.
Ada
banyak cerita terlampir dalam lakon tari jathilan jaran kepang , salah satunya
adalah cerita tentang Panji Asmarabangun. Yaitu putra dari kerajaan
Jenggala Manik. Oleh karena yang disampaikan adalah cerita mengenai
Panji Asmarabangun
maka sudah barang tentu dandanan serta aksesoris yang dikenakan para
penari jathilanpun meniru tokoh tersebut. Ada gelang tangan, gelang
kaki, ikat lengan, kalung, dan keris. Yang tak bisa ditinggalkan
tentu saja adalah mahkota (kupluk
Panji).
Sisis-sisi
cerita -sebagaimana cerita Panji Asmarabangun- yang terlampir diatas
tetap ada di semua pakem jathilan, baik pakem 'klasik' ataupun pakem
“kreasi baru”. Disebut kreasi baru biasanya karena ada tambahan
alat gamelan ataupun karya kreasi tambahan para penari.
Pada
sisi tambahan gamelan misalnya ditambah alat drum ataupun alat musik
lain yang menggabungkan antara pentatonis dan diatonis. Sementara
pada tambahan pelaku seni tari jathilan 'kreasi baru' ada banyak
macamnya. Diantaranya adalah adanya “celeng” (babi), “munyuk”
(monyet), dan beberapa penari topeng. Bahkan ada juga jathilan
gedruk,
yaitu jathilan yang beberapa penarinya mengenakan aksesoris klinthing
di kakinya sehingga menimbulkan suara bergemerincing secara kompak.
Pelaku
kesenian jathilan
ini tak terbatas hanya pada jenis kelamin laki-laki saja, akan tetapi
ada perempuan sebagai penarinya. Dan semuanya juga tak bisa lepas
dari kejadian 'ndadi'
alias kerasukan.
Jathilan
selain sebagai hiburan yang menggabungkan antara gerakan tari dan
unsur magis kenyataannya juga menyertakan unsur ritual. Sebagai
contoh biasanya seorang pawang jathilan melakukan suatu
ritual yang intinya memohon ijin kepada Tuhan agar jalannya
pertunjukan lancar, serta mengucapkan “permisi” 'kulonuwun'
kepada makhluk lain yang berada diseputaran tempat tersebut agar
tidak menggangu jalannya pertunjukan.
Baik dalam ritual
sebelum pertunjukan pun pada saat pertunjukan berlangsung, disediakan
pula sejenis sesaji alias sajen.
Maksud dari sesaji ini adalah menyajikan, pun mempersembahkan.
Identik dengan kata manembah
pun berserah. Jadi sesaji ini lebih pada simbol manembah
pun berserah diri kepada Tuhan agar keselamatan tetap melimpah, baik
pada para pelaku seni tari jathilan ataupunmasyarakat sekitar, serta
para penontonnya.
Wujud sajen itu antara
lain adalah satu tangkep pisang raja, beberapa macam jajanan pasar
berupa makanan-makanan tradisional, tumpeng robyong yang dihias
dengan daun kol, beraneka macam kembang, beraneka jenis minuman
(kopi, teh, air putih), menyan, hio (dupa China), ingkung (ayam
bekakak), sega golong (nasi bulet), dan lain sebagainya. Jenis sesaji
ini berbeda antara wilayah satu dengan yang lainnya.
BKJ
a.k.a Bekso Kyai Janti
adalah salah satu bentuk paguyuban seni tari jathilan
yang berada di wilayah pedukuhan Janti, Kelurahan jatisarono,
Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa
Yogyakarta. Dimana paguyuban kesenian jathilan ini tampil perdana
tampil perdana pada akhir bulan May 2012 lalu. Selain warga
pedukuhan Janti, para penari jathilan serta penabuh
gamelan ada juga warga pedukuhan lain. Mereka semua berlatih secara
rutin di sanggar Ngrenas, Janti Lor XI. [uth]